Busana karya Indonesia semakin hari semakin meluas di pasar internasional. Kemajuan hasil karya tanah air ini dapat dilihat dari ekspor pakaian muslim Indonesia yang berhasil merambah di benua Asia dan Eropa. Hal ini juga didukung oleh Euis Saedah selaku Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian.
Dia berpendapat bahwa daya saing produk busana di pasar internasional memiliki potensi besar. Hal ini dibuktikan oleh negara Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, Perancis, dan Turki yang melakukan ekspor pakaian muslim secara reguler.
“Ekspor kita ke Malaysia, mereka bawa dengan pesawat AirAsia dalam jumlah banyak seminggu, juga Thailand dan Filipina. Kalau Eropa sudah ada dari Turki dan sekarang banyak permintaan dari Perancis,” tutur Euis (31/07/12).
Meski begitu, sistem ekspor dan penjualan busana muslim sayangnya masih belum tersusun dengan baik.
“Busana muslim sangat berpotensial. Kita masih prihatin karena ini masih sangat baru seperti bunga yang mekar, belum ada sistem yang membangun itu sehingga pemerintah tidak tahu data yang pasti berapa angka ekspor produk ini,” jelas Euis ketika ditemui di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta.
Oleh karena itu, pemerintah akan mendorong IKM untuk menciptakan sistem yang lebih teratur guna mendukung industri ekspor batik demi meningkatkan daya saingnya.
“Nanti kita akan bangun sebuah kompetensi supaya pengusaha mode ini punya track. Kita juga akan mengirim desainer ke daerah-daerah,” tambahnya.
Terkait hal tersebut, Euis juga menjelaskan bahwa busana muslim seperti baju koko dan peci buatan Indonesia masih membutuhkan impor produk material. Itu sebabnya, untuk material kain katun, para pengusaha umumnya mengimpor bahan dari Amerika Serikat dan kain sutra dari China.
“Kalau dari sisi material fashion, impor itu 50% dari luar. Karena busana kita umumnya dari katun, jadi kita ekspor dari Amerika Serikat dan China dan kain sutra juga dari China dan Thailand,” jelasnya.
Selain dari bahan kain, material pendukung seperti aksesori yang umumnya menempel pada baju koko dan kebaya juga tidak berasal dari dalam negeri.“Untuk aksesori, 90% dari China karena kita belum mampu membuat logam secara halus, kinclong, dan tidak mudah susut. Saya berharap perusahaan besar dapat membuat bahan baku agar tidak lagi impor,” tutupnya.